Jumat, 21 Mei 2010

Dua aktivis Greenpeace menggantungkan banner bertuliskan 
"Perusakan 
Hutan: Anda Bisa Menghentikan ini" dan "Penjahat Iklim" 
di atas derek 
di dermaga yang merupakan fasilitas perusahaan yang dioperasikan oleh 
APP, perusahaan pulp dan kertas milik Sinar Mas di Provinsi Riau
Dua aktivis Greenpeace menggantungkan banner bertuliskan "Perusakan Hutan: Anda Bisa Menghentikan ini" dan "Penjahat Iklim" di atas derek di dermaga yang merupakan fasilitas perusahaan yang dioperasikan oleh APP, perusahaan pulp dan kertas milik Sinar Mas di Provinsi Riau
Besarkan Gambar
Indonesia — Duabelas hari sebelum Konferensi Tingkat Tinggi PBB tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen, hari ini aktivis Greenpeace menghentikan fasilitas ekspor salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar yang dioperasikan oleh Sinar Mas di jantung hutan tropis Indonesia. Sinar Mas merupakan salah satu pendorong perubahan iklim global karena perannya yang sangat besar dalam melakukan penghancuran hutan.
Duabelas aktivis memblok derek di dermaga untuk menghentikan ekspor pulp, dan membentangkan spanduk bertuliskan: “Penghancuran Hutan: Anda Dapat Menghentikan Ini”, mendesak para pemimpin dunia, termasuk Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengambil kepemimpinan yang kuat dalam menghentikan kekacauan iklim, dan menyediakan dana global bagi perlindungan hutan untuk mengakhiri penghancuran hutan tropis sebagai bagian dari perjanjian iklim yang adil, ambisius, dan mengikat di Konferensi Iklim PBB di Kopenhagen pada bulan Desember yang akan datang.

“Deforestasi merupakan salah satu akar krisis iklim. Kami menghentikan ekspor salah satu perusahaan pulp terbesar di dunia di garda terdepan penghancuran hutan, untuk memberitahukan para pemimpin dunia terpilih bahwa mereka mampu – dan harus – menarik kita semua dari tepi jurang bencana perubahan iklim,” kata Shailendra Yashwant, Direktur Kampanye Greenpeace Asia Tenggara.

Aksi Greenpeace ini dilakukan setelah Presiden Barack Obama berusaha mengkerdilkan Perjanjian Iklim Kopenhagen menjadi hanya sebatas pernyataan politik dan menunda keputusan yang sangat penting tentang perjanjian iklim yang mengikat secara hukum.
Yashwant melanjutkan: “Presiden Obama dan para pemimpin dunia lainnya tidak bisa dibiarkan melakukan sabotase terhadap keluarnya hasil yang kuat di Kopenhagen hanya karena mereka tidak memiliki kemauan politik. Para pemimpin kita harusnya hanya menyetujui satu perjanjian yang adil, ambisius dan mengikat agar kita semua bisa selamat dari bencana iklim. Satu dana yang memadai mendesak disediakan untuk menghentikan penghancuran hutan tropis di Indonesia dan di belahan dunia lainnya. Hal ini harus menjadi bagian utama dari perjanjian iklim.”

Perusahaan raksasa APP menjual produknya di pasar global seperti Cina, Amerika Serikat, Eropa dan Australia dan mensuplai kepada berbagai merk dan distributor internasional seperti Vogue, Kentucky Fried Chicken dan Marc Jacobs. APP, bersama dengan saingannya APRIL, bersama-sama bertanggung jawab atas penghancuran hutan tropis dan lahan gambut yang kaya karbon di berbagai tempat di Indonesia, termasuk di kawasan yang sangat rentan seperti Semenanjung Kampar, di Sumatera. Semenanjung ini mengandung 2 miliar ton karbon dan merupakan salah satu penyimpan karbon terbesar di dunia, yang merupakan pertahanan kunci dalam melawan perubahan iklim global.

Greenpeace telah bekerja bersama masyarakat lokal di ‘Pos Pembela Iklim’ di Semenanjung Kampar dalam bulan terakhir untuk menyoroti peran sentral dari deforestasi terhadap perubahan iklim global. Greenpeace melakukan aksi damai terhadap APRIL di wilayah tersebut pada 12 November. Sejak itu, organisasi lingkungan ini bersama masyarakat disana mengalami intimidasi dari aparat setempat termasuk ancaman, penahanan, dan deportasi. Minggu lalu Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan, memerintahkan penghentian perusakan hutan oleh APRIL sambil menunggu proses peninjauan kembali perijinan perusahaan tersbut.

Indonesia merupakan penyumbang ketiga terbesar gas rumah kaca setelah Amerika Serikat dan Cina, yang berasal dari penghancuran terus menerus hutan alam dan lahan gambutnya. Dalam lingkup global, satu juta hektar hutan dihancurkan setiap bulannya – setara dengan satu lapangan bola setiap dua detik – melepaskan CO2 yang sangat besar yang menyebabkan deforestasi sebagai satu penyebab utama perubahan iklim, bertanggung jawab atas seperlima dari emisi gas rumah kaca global.
Jurkampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara Bustar Maitar menyatakan:”Indonesia merupakan ‘titik nol’ perubahan iklim. Menghentikan penghancuran hutan disini dan di seluruh dunia tidak hanya merupakan cara termudah, namun juga yang paling efektif dalam mencegah perubahan iklim yang lebih parah.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar